Kemarin, Kamis 9 April 2009, adalah hari dimana jalanan di Bandung menjadi lengang layaknya Idul Fitri. Apa kemarin adalah Idul Fitri? Sayangna bukan. Meskipun ibu saya di rumah memasak lontong dan laksa layaknya ketika Idul Fitri, namun hari itu bukanlah Idul Fitri. Hari Kamis itu adalah hari yan katanya pesta demokrasi rakyat Indonesia. Hari itu adalah hari Pemilu.
Nah, menanggapi sebutan "pesta demokrasi rakyat Indonesia", saya jadi entah kenapa heran sendiri. Kasusnya begini: dulu, waktu saya katakanlah berumur kira-kira 8-9 tahun, yang namanya "nyoblos" itu adalah acara di lapangan RT sebelah, dimana orang-orang dewasa, temasuk orang tua dan kakak-kakak saya, berdatangan ke tempat yang mereka sebut TPS dimana disitu mereka dibagi kertas terlipat ang harus mereka buka dan lubangi dengan paku untuk kemudian dilipat kembali dan dimasukkan ke dalam kotak dari seng. Suasana di TPS itu sangat ramai. Tua-muda bahkan anak kecil seperti saya yang bahkan beum mengerti apa itu partai berkumpul di lapangan itu. Bagi saya dan anak-anak lainnya, hari seperti itu mungkin hanya sekedar hari libur dan saat dimana saya bertemu teman-teman sebaya dari komplek yang sama. Dan keramaian itu berlanjut hingga jauh sore hari hingga penghitungan suara usai. Setelah itu, barulah kami semua pulang ke rumah masing-masing.
Intinya, saat-saat seperti itu adalah sekaligus ajang silaturahmi antar tetangga. Entah berbeda atau sama pilihan partainya, yang penting adalah tertawa dan mengobrol sesama tetangga adalah pengalaman menyenangkan.
Namun, kini semakin bertambahnya umur, saya semakin menyadari suatu anomali, entah kenapa makin sini, orang-orang seperti makin sedikit yang datang ke TPS. Awalnya saya kira, mungkin mereka memang datang lebih siang atau mungkin lebih pagi dari saya. Tapi ketika saya tanya tetangga saya yang bertugas di TPS tersebut ternyata tidak semua orang di daftar pemilih yang datang. Yang datang pun kali ini hanya datang, memilih dan pulang. Tidak ada yang seperti dulu, menunggu bersama untuk mengetahui hasil pemilihan.
Ada apa ini? Apa rakyat udah nggak mau tau lagi? Yang penting datang, milih, habis perkara?
Omong-omong, habis milih kemaren saya ikut futsal sama teman-teman kuliah. Pas ketemu rata-rata saya tanya, "Gimana tadi milih gak?". Ada 3 jawaban yang menarik:
1. "Milih lah. Kayaknya ini pemilu paling keren yang pernah gw ikuti. Bayangin aja, pas milih calon anggota DPD, gak tanggung-tanggung, gw contreng semua dari kiri ke kanan."
............................no comment.
2. "Kagak jadi. Tadinya gw udah datang jam 8. Ampe jam setengah 10 kagak dipanggil-panggil. Daripada kagak ikut futsal mending cabut aja."
..................................................no comment.
3. "Tadi disuruh milih ama babeh, cuma gw bilang aja ntar pulang futsal."
"Loh, futsal beresnya jam 12 kan? TPS juga bukannya tutup jam 12?"
"Itu tujuannya"
.....................................................................no comment.
Entah kenapa negeri ini. Sudah sebegitu ditinggalkan rakyatnya kah? Karena perbuatan kebanyakan pemimpin kita yang kurang baikkah?
Mungkin ada baiknya berkaca pada lagu Iwan Fals:
Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Suara yang keluar dari dalam goa
Goa yang penuh lumut kebosanan
Walau hidup adalah permainan
Walau hidup adalah hiburan
Tetapi kami tak mau dipermainkan
Dan kami juga bukan hiburan
Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Tegakkan hukum setegak tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Masalah moral masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau
Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini....